TUd7GSW9TpA6TSG7GUA7BSziGi==

GUBERNUR MAHYELDI MELANGGAR HUKUM DAN DAPAT DIPENJARA

 

                Gubernur Sumatera Barat H. Mahyeldi Ansharullah, S.P. bersama pasangan Muhammad Iqbal & Amasrul.

ESSAPERS.COM | PADANG ~ Pada tanggal 3 September 2024 akun Instagram @muhammadiqbalpsy memposting video pendapat dan/atau penilaian dari Gubernur Sumatera Barat H. Mahyeldi Ansharullah, S.P. kepada salah satu pasangan bakal calon (balon) Walikota dan Wakil Walikota Padang, yaitu pasangan Muhammad Iqbal & Amasrul. 

Gubernur Mahyeldi Melanggar Hukum

Apakah video yang berisi pendapat dan/atau penilaian dari seorang Gubernur kepada pasangan Balon Wako dan Wawako Padang Muhammad Iqbal dan Amasrul melanggar prinsip netral dan norma hukum yang berlaku sebagaimana yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (selanjutnya disebut UU Pilkada)?

Gubernur adalah Pejabat Negara, hal itu dapat dilihat dalam penjelasan pasal 71 Ayat (1) UU Pilkada yang menyatakan : “Yang dimaksud dengan “pejabat negara” adalah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Aparatur Sipil Negara”.

Terkait Aparatur Sipil Negara diatur di dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara. Pasal 58 huruf I menegaskan bahwa salah satu yang terkategori sebagai Pejabat Negara adalah Gubernur dan Wakil Gubernur.

Hukum Indonesia telah memberikan batasan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh seorang Pejabat Negara, khususnya yang terkait dengan kontestasi Pemilihan Umum (PEMILU) dan/atau Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA).

Pasal 71 Ayat (1) UU Pilkada menyatakan: “Pejabat Negara, Pejabat Daerah, Pejabat Aparatur Sipil Negara, Anggota TNI / POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon”.

Lebih lanjut, Ayat (3) Pasal yang sama juga memberikan batasan waktu kapan seorang Pejabat Negara tersebut mesti menjalankan prinsip Netralitasnya: “Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih”.

Sebagaimana diketahui, Gubernur Mahyeldi mempertontonkan ketidaknetralannya pada tanggal 3 September 2024 yang hanya berjarak sekitar 19 hari saja dari tanggal penetapan pasangan calon walikota dan wakil walikota. Sebagaimana diketahui, sesuai agenda Pilkada serentak, penetapan pasangan calon walikota dan wakil walikota dilakukan tanggal 22 September 2024.

Dengan demikian, secara hukum, Mahyeldi sudah melanggar prinsip Netralitas sebagaimana yang termaktub di dalam Pasal 71 ayat (1) UU Pilkada.

Gubernur Mahyeldi Dapat Dipenjara 1 sampai 6 bulan

Apakah ada sanksi atau pidana bagi Gubernur Mahyeldi yang diduga melanggar ketentuan Pasal 71 UU Pilkada? 

Yes, sanksi pidana dapat dijatuhkan kepada Mahyeldi, sebagaimana diatur dalam Pasal 188 UU Pilkada: “Setiap Pejabat Negara, Pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Daerah atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimaan dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 600.000 (enam ratus ribu) atau paling banyak Rp. 6.000.000 (enam juta rupiah)".*


Komentar0

Type above and press Enter to search.